Setelah Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu, maka secara de jure, jajahan Jepang dikuasai Sekutu sebagai pihak yang menang. Komando Pertahanan Sekutu di Asia Tenggara yang bernama South East Asia Command (SEAC) serta berpusat di Singapura segera membentuk divisi untuk mengambil alih Indonesia. Pada tanggal 29 September 1945 Sekutu tiba mendarat di Jakarta. Sekutu berupaya mengambil alih Indonesia dengan membentuk divisi dengan nama Allied Forces Nederlands East Indies (AFNEI) yang dipimpin oleh Letnan Jendral Sir Philip Christison.
Pada mulanya pihak Indonesia menyambut baik kedatangan Sekutu dengan tugas-tugasnya tersebut. Namun sikap ini segera berubah menjadi curiga setelah tahu kedatangan Sekutu ternyata diboncengi oleh Netherlands Indies Civil Administration (NICA) di bawah pimpinanVan Mook dan Van de Plas. NICA mulai mempersenjatai KNIL, RI menganggap kedatangan Sekutu ke Indonesia juga memiliki tujuan terselubung membantu Belanda (NICA) untuk kembali berkuasa di Indonesia.
Keinginan Belanda untuk berkuasa kembali di Indonesia mendorong timbulnya pertentangan. Faktor utama terjadinya konflik antara Indonesia dan Belanda setelah proklamasi antara lain : keinginan Belanda untuk kembali berkuasa di Indonesia. Bangsa Indonesia telah bertekad menjadi bangsa merdeka dan tidak sudi dijajah kembali.
Berbagai pertempuran sebagai bagian dari upaya bangsa Indonesia mempertahankan kemerdekaan antara lain, sebagai berikut :
Pertempuran Lima Hari di Semarang
Tanggal 14 – 19 Oktober 1945 di Semarang pecah pertempuran antara para pemuda Semarang dengan tentara Jepang. Pertempuran ini terkenal sebagai peristiwa Pertempuran Lima Hari di Semarang. Peristiwa diawali tersiarnya kabar bahwa Jepang telah meracuni cadangan air minum di Candi, Semarang. Dokter Karyadi tewas tertembak saat sedang melakukan pemeriksaan, Pemuda Semarang marah sehingga mereka serempak menyerbu tentara Jepang. Untuk mengenang perjuangan para pemuda ini maka di Semarang didirikan monumen Tugu Muda.
Pertempuran Surabaya
25 Oktober 1945 pasukan Sekutu dipimpin Brigjend. A.W.S. Mallaby (diboncengi Belanda NICA) tiba di pelabuhan Tanjung Perak, sehingga menimbulkan pertempuran besar di Surabaya. Pada awal November 1945 Brigjend Mallaby tertembak, lalu pimpinan AFNEI Mayjen R.C. Mansergh pada 9 November 945 mengultimatum rakyat Surabaya untuk menyerah tanpa syarat tapi tidak berhasil, justru terjadi pertempuran besar pada 10 November 1945 di Surabaya, tokoh penyemangat yang terkenal saat itu adalah Bung Tomo. Untuk mengenang peristiwa heroik di Surabaya, tanggal 10 November diperingati sebagai Hari Pahlawan.
Pertempuran Ambarawa
Pertempuran Ambarawa yang dikenal dengan nama Palagan Ambarawa ini mencapai puncaknya pada tanggal 15 Desember 1945. Dalam pertempuran ini pasukan Kolonel Sudirman berhasil memukul mundur pasukan Inggris ke Semarang. Salah satu tokoh yang gugur dalam pertempuran Ambarawa adalah Letkol. Isdiman. Untuk mengenang peristiwa kemenangan pertempuran Ambarawa, di sana didirikan monumen Palagan Ambarawa. Tanggal 15 Desember, yaitu hari kemenangan dengan taktik Infantri ini, diperingati oleh TNI AD sebagai Hari Infantri.
Bandung Lautan Api
Peristiwa tersebut disebabkan oleh adanya ultimatum Sekutu agar Bandung Utara dikosongkan dan seluruh peralatan rakyat agar diserahkan kepada pihak sekutu. Ada instruksi dari pemerintah pusat (Jakarta) agar kota Bandung dikosongkan. Atas instruksi tersebut, pada tanggal 23 Maret 1946 itu juga rakyat meninggalkan kota Bandung, sebelum pergi mereka membumihanguskan kota Bandung bagian selatan dengan maksud agar tidak ada pos-pos penting yang dapat dimanfaatkan oleh pihak Sekutu. Salah satu tokoh yang memimpin Bandung Lautan Api adalah Muhammad Toha.
Peristiwa Medan Area
Rakyat Medan di bawah pimpinan Achmad Tahir membentuk laskar perjuangan dengan nama Barisan Pemuda Indonesia (BPI). Ketika pasukan Sekutu (Inggris) yang diboncengi NICA mendarat di Medan pada tanggal 9 Oktober 1945. Rakyat Medan tahu bahwa kedatangan NICA hanya bermaksud memperkuat pasukanWesterling (Belanda) yang telah diterjunkan sebelumnya. Rakyat Medan segera bergabung dengan BKR menyerang tangsi Belanda. Tanggal 13 Oktober 1945 pecah pertempuran antara rakyat Medan melawan tentara Sekutu dan NICA, yang kemudian dikenal sebagai Pertempuran Medan Area.
Peristiwa Merah Putih di Menado
Pada tanggal 14 Desember 1945 para pemuda Menado yang tergabung dalam pasukan KNIL bersama rakyat berhasil merebut Menado, Tomohon, dan Minahasa. Di tempat-tempat yang berhasil direbut itu, mereka mengibarkan Sang Merah Putih. Para tokoh yang terlibat dalam peristiwa Merah Putih diMenado ini antara lain, Letkol Taulu, Residen Lapian, dan Nani Wartabone. Peristiwa Merah Putih di Menado membuktikan bahwa usaha kaum penjajah yang ingin bercokol di Menado selalu dihadapi rakyat Menado dengan semangat juang yang tinggi.
Pertempuran Margarana di Bali
Belanda berusaha untuk membujuk Letkol I Gusti Ngurah Rai agar mau bekerja sama dengan Belanda. Namun, Letkol I Gusti Ngurah Rai menolak tawaran Belanda tersebut. Tanggal 18 November 1946 Ngurah Rai memulai perlawanannya dengan menggempur daerah Tabanan. Ngurah Rai menyerukan “Puputan”, artinya mengadakan perlawanan sampai titik darah penghabisan. Ngurah Rai dan seluruh pasukannya gugur dalam pertempuran tanggal 26 November 1946. Peristiwa ini dikenal dengan nama Pertempuran Puputan Margarana.
Perjuangan Menghadapi Agresi Militer I Belanda
Terjadi tanggal 21 Juli 1947 di mana Belanda telah melanggar Perjanjian Linggarjati dengan melancarkan serangan secara tiba-tiba. Serangan tersebut diarahkan di kota-kota besar di Jawa dan Sumatra terutama daerah minyak dan perkebunan. Agresi Belanda pertama ini berlangsung hingga tanggal 4 Agustus 1947. Menghadapi agresi ini, TNI menggunakan taktik perang gerilya Bangsa Indonesia mendapatkan keuntungan karena reaksi dunia internasional bermunculan terhadap agresi yang dilancarkan Belanda tersebut.
Perjuangan Menghadapi Agresi Militer II Belanda
Pada tanggal 19 Desember 1948 secara tiba-tiba Belanda melancarkan serangan ke ibu kota RI Yogyakarta. Belanda dengan terang-terangan melalui Dr. Beel membuat pernyataan bahwa Belanda tidak mengakui lagi isi persetujuan Renville. Belanda menerjunkan pasukan payungnya di lapangan terbang Maguwo.
Presiden Sukarno dan Wakil Presiden Drs. Moh. Hatta, segera mengirim radiogram kepada Menteri Kemakmuran Mr. Syafrudin Prawiranegara untuk segera membentuk pemerintahan darurat RI di Bukittinggi. Apabila mandat ini gagal diperintahkan kepada Mr. Maramis, L.N. Palar, dan Dr. Sudarsono yang sedang berada di India untuk membentuk pemerintahan darurat RI di India.
Belanda hmemasuki kotaYogyakarta. Presiden Sukarno dan Wakil Presiden Drs. Moh. Hatta ditahan. Presiden Sukarno dibuang ke Prapat, Sumatra, sedangkan Wakil Presiden Moh. Hatta dibuang ke Bangka. Tak lama kemudian Bung Karno dipindahkan pula ke Bangka. Pemerintahan Indonesia tetap ada, yaitu di bawah Mr. Syafrudin Prawiranegara.
Panglima Besar Jenderal Sudirman segera memerintahkan agar tentara meninggalkan kota Yogyakarta dan bersama dengannya memasuki hutan. Pada saat itu dalam keadaan sakit maka dalam perjalanan Jenderal Sudirman selalu ditandu. TNI mendapat bantuan dari rakyat, para pelajar, dan mahasiswa. Mereka membentuk kesatuan-kesatuan seperti T P (Tentara Pelajar), TRIP (Tentara Republik Indonesia Pelajar),TGP (Tentara Genie Pelajar). Kesatuan-kesatuan tentara pelajar dan mahasiswa ini kemudian bergabung dalam Brigade 17 TNI.
Serangan Umum1Maret 1949
Pada tanggal 1 Maret 1949 di bawah pimpinan Letkol. Soeharto. Ia adalah Komandan Brigade 10 dan Komandan Gerilya di daerah Wehrkreise III Yogyakarta. Atas persetujuan Sri Sultan Hamengkubuwono IX, maka Letkol Soeharto memimpin Serangan Umum 1 Maret 1949 yang berhasil menguasai Yogyakarta selama 6 jam yang kabarnya tersiar hingga ke India & New York, AS. Arti pentingnya Serangan Umum 1 Maret antara lain : Ke dalam: meningkatkan semangat pejuang RI, mendukung diplomasi, dan ke luar: menunjukkan kepada dunia internasional bahwa TNI punya kekuatan, mematahkan moral Belanda.
Keberhasilan Serangan Umum1 Maret 1949 menjadi pendorong berubahnya sikap AS terhadap Belanda. Pemerintah AS yang semula sangat mendukung tindakan Belanda, berbalik menekannya agar melakukan perundingan dengan pihak RI. Kedudukannya yang makin terdesak oleh gerilyawan Republik, maka Belanda akhirnya bersedia berunding dengan RI.